Sabtu, 20 Februari 2010

PENGARUH IKLIM TERHADAP TEKNOLOGI PENGOLAHAN LAHAN DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN

Pengaruh Iklim pada Keadaan Tanah Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan kering adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air dalam kurun waktu tertentu, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa hujan atau air irigasi. Menurut hasil rumusan Seminar Nasional Pengembangan Wilayah Lahan Kering di Mataram bulan Mei 2002, wilayah lahan kering mencakup : sawah tadah hujan, tegalan, ladang, kebun campuran, perkebunan, hutan,semak, padang rumput, dan padang penggembalaan.
Tanah yang baik adalah tanah yang mampu menyediakan unsur-unsur hara secara lengkap. Namun pertumbuhan tanaman juga di pengaruhi faktor-faktor penunjang kesuburan tanah. Selain harus mengandung zat organik dan anorganik, air dan udara, yang tidak kalah penting adalah pengolahan tanah yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Tanah yang gembur akibat pengolahan memiliki rongga-rongga yang cukup untuk menyimpan air dan udara yang di butuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Kondisi ini juga menguntungkan bagi mikroorganisme tanah yang berperan dalam proses dekomposisi mineral dan zat organik tanah, sehingga zat hara yang dibutuhkan tanaman mudah di serap oleh tanaman.
Lapisan atas pada tanah sawah tadah hujan lebih padat dari pada lapisan bawah, dan pori drainase yang cepat atau pori aerasi yang cukup baik. Tanah sawah tadah hujan memiliki kemampuan potensial menahan air hujan dan aliran permukaan yang hampir sama dengan tanah irigasi. Sehingga selisih tinggi genangan dan tinggi pematangnya juga cukup kecil. Perbedaan ketinggian tersebut merupakan ruang yang dapat diisi sementara oleh air hujan dan aliran permukaan sebelum air mengalir ke sungai atau daerah di bawahnya juga dapat menampung sedimen dari daerah atasnya. Kurangnya penutupan lahan di wilayah bagian atas merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan tanah menahan air hujan dan aliran permukaan. kemampuan tersebut dapat ditingkatkan dengan memperbaiki penutupan lahan baik dengan menanam pohon-pohonan, membuat cekdam atau embung dan memasyarakatkan sistem usaha tani konservasi yakni penerapan teknik-teknik konservasi tanah dan air dalam mengelola lahan usaha tani.
Kendala utama pada lahan sawah tadah hujan ini adalah ketersediaan air yang sangat tergantung kepada curah hujan, sehingga lahan mengalami kekeringan pada musim kemarau (curah hujan rendah). Kemudian lambatnya petani mengadopsi teknologi baru untuk bertanam dua kali setahun, terutama pada daerah-daerah yang berada pada zona iklim tipe D1 sampai E2. Informasi teknologi pola tanam dan pengembangan kedelai secara utuh belum sampai kepada petani sebagaimana yang telah dilaksanakan di beberapa daerah lain.
Pencetakan sawah irigasi, pembangunan waduk dan irigasi saat ini menjadi masalah yang cukup serius, karena membutuhkan dana yang cukup besar dan penyiapan sumber air.
Lahan kering dan tadah hujan sangat potensial untuk ditanami padi. Untuk mendukung pemanfaatan lahan–lahan tersebut, tentunya dibutuhkan inovasi teknologi perpadian, termasuk teknologi dalam rangka mengatasi perubahan iklim global. Apalagi saat ini banyak kendala yang dihadapi dalam meningkatkan produksi padi.
Antara lain terbatasnya varietas yang dapat meningkatkan produktivitas nasional rata–rata 5 persen, keterbatasan lahan dalam penyediaan unsur hara dan perubahan iklim yang sulit diduga karena pemanasan global.
Dataran banjir biasa digunakan sebagai sawah tadah hujan yang tanahnya terdiri dari Typic Endoaquerts dan Vertic Eutrudepts. selain itu pada sawah tadah hujan dijumpai tanah Vertic Epiaquepts, Vertic Haplustepts dan Vertic Haplustolls.sedangkan untuk Jalur aliran satuan lahan pada penggunaan lahan sawah tadah hujan dijumpai tanah Ustic Endoaquerts, Udic Haplusterts dan Typic Ustorthents.
Pengaruh Keadaan Tanah Terhadap Pengaplikasian Teknologi Pengolahan Tanah di Lahan Sawah Tadah Hujan
Teknologi dalam pengolahan lahan kering, pada dasarnya sangat perperan penting dan dapat memberikan dampak perubahan yang baik, namun para petani pada umumnya lebih banyak menggunakan cara bertani yang tradisional dan masih primitif, yaitu bagaimana tata cara yang di ajarkan oleh nenek moyang mereka. Hal inilah yang bisa membuat pertanian masih jauh dari keberhasilan, walaupun apabila kita melihat ada beberapa petani yang sudah memanfaatkan teknologi yang canggih, akan tetapi itu hanya sebagian kecilnya saja.
Teknologi dalam hal ini adalah mesin traktor yang di gunakan untuk membajak lahan subur maupun lahan kering. Dalam hal ini, hanya sebagian kecil saja petani yang sudah menggunakan mesin traktor ini, dan yang sebagian besar yang lainnya tidak mau menggunakan mesin traktor karena mereka beranggapan bahwa menggunakan traktor lebih banyak menghabiskan biaya, selain itu petani juga sebenarnya berpikir logis, yaitu petani ada yang berpikir bahwa karena mesin traktor ini bisa menyebabkan lahan menjadi tidak terlalu subur, hal ini dikarenakan bahwa pada saat pembajakan ada bahan kimia seperti bensin atau solar yang di gunakan dalam traktor terjatuh ke dalam lahan, sehingga bisa membuat lahan menjadi kurang subur. Sehingga dengan hal ini para petani beranggapan bahwa mereka akan merugi, padahal menurut hasil yang di dapatkan, mereka akan mendapatkan hasil yang lebih besar, namun karena para petani sudah terdoktrin untuk tidak menggunakan teknologi ini.
Sumber daya air merupakan merupakan faktor pembatas utama dalam pengelolaan wilayah lahan kering. Ada sebuah teknologi yang sangat berguna bagi para petani dalam pengolahan lahan kering, yaitu mesin penyedot air dari sungai yang akan di alirkan ke sawah-sawah dan ini sudah banyak petani yang mengunakannya. Mesin ini dinamakan mesin ”diesel”. Konservasi air pada lahan kering menjamin keberhasilan pertanian di lahan kering. Dengan teknologi seperti ini, maka petani sudah biasa lebih ringan dalam mengolah lahan pertanian mereka.
Optimalisasi Lahan Sawah Tadah Hujan
Lahan sawah tadah hujan merupakan sumber daya fisik yang potensial untuk pengembangan pertanian, seperti padi, palawija dan tanaman holtikultura. Di Sumatera Barat luas areal sawah tadah hujan tercatat seluas 53,724 ha yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota (BPS Sumbar, 2007). Daerah yang mempunyai areal sawah tadah hujan yang luas adalah Kabupaten Pesisir Selatan 11.484 ha (21,4%), Lima Puluh Kota 8.144 ha (15,2%), Tanah Datar 5.878 ha(10,9%), Sijunjung 5.829 ha (10,8%), Pasaman Barat 4.890 ha (9,1%) dan Padang Pariaman 4.522 ha (8,4%).
Pada umumnya lahan sawah tadah hujan ini hanya ditanami padi sekali dalam setahun yaitu pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau sebagian di antaranya mengalami bera sampai pada musim tanam berikutnya. Bahkan pada beberapa daerah atau lokasi, lahan tidur akibat keterbatasan air dan pengolahan yang tidak benar. Lahan yang seperti ini banyak dimanfaatkan sebagai areal penggembalaan ternak.
Di Sumatera Barat umumnya perbedaan musim hujan dan kemarau tidak tegas, pada musim kemarau curah hujan masih dapat mendukung pertumbuhan tanaman untuk berproduksi. Karena periode bulan-bulan keringnya relatif pendek (2-4 bulan), termasuk tipe iklim B2 dan C2. Kondisi ini masih memungkinkan untuk bertanam palawija sesudah padi seperti jagung, dan yang beresiko tinggi untuk bertanam lebih dari satu kali dalam setahun adalah daerah-daerah yang bertipe iklim D dan E dengan bulan-bulan basah yang panjang penanaman jagung sesudah padi, di lahan sawah tadah hujan dapat dilaksanakan pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
Pemanfaatan lahan sawah tadah hujan dengan budidaya jagung bertujuan untuk meningkatkan indeks pertanaman dan meningkatkan pendapatan petani. Dengan tidak hanya tergantung pada padi. Dengan penerapan pola tanaman padi sawah yang diikuti jagung diharapkan dapat memberikan keuntungan yang lebih besar. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan produksi padi dan jagung melalui perbaikan teknologi budidaya dan melihat besarnya keuntungan yang diberikan oleh tanaman jagung sesudah padi.
Penelitian dilaksanakan di lahan sawah tadah hujan Nagari Surantih Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat MT 2005/2006. Pada musim hujan dilaksanakan penanaman 2 varietas padi sawah (IR42 dan Batang Lembang), kedua varietas ditanam pada hamparan yang berbeda dengan perlakuan yang sama, yaitu teknologi introduksi. Pengolahan tanah dilakukan secara intensif, dibajak 2 kali dan digaru 1 kali sebelum tanam, bibit dipindahkan ke lapangan umur 20 hari, jarak tanam 20x20 cm. Pupuk diberikan dengan takaran Urea 150 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCL 50 kg/ha. Penyiangan 2 kali yaitu 20 dan 42 hst dan pengendalian hama dan penyakit berdasarkan pemantauan di lapangan.
Data yang diamati yaitu hasil gabah (GKP/ha) yang diamati dari 10 sampel dari masing-masing varietas. Pada MK (musim kemarau) dilanjutkan dengan penanaman jagung, di setiap hamparan ditanam 2 varietas jagung komposit (Bisma dan Sukmaraga) dengan sistem TOT (Tanpa Olah Tanah). Persiapan lahan dengan penyemprotan herbisida Round Up (3 l/ha), kemudian pembuatan lubang tanam 80x40 cm. Benih ditanam 2 biji/lobang. Sebelum tanam, benih diberi Saromil (3,5 g/kg benih) guna pencegahan hama lalat bibit atau penggerek batang. Pupuk diberikan dengan takaran Urea 250 kg/ha, SP36 1 kg/ha, urea 250 kg/ha, SP 36 100 g/ha, KCL 100 kg/ha dan pupuk kandang 2t/ha. Seluruh pupuk kandang, SP 36, dan 1/3 takaran Urea dan KCL diberikan waktu tanam dan sisanya diberikan pada umur 30 HST bersamaan dengan pembubunan. Panen dilakukan berdasarkan kriteria masak panen yang ditandai dengan kelobot sudah kering dan biji sudah keras. Data yang diamati terdiri dari pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil serta analisa biaya.
Dari hasil pengamatan terlihat bahwa rata-rata hasil varietas IR42 3,87 t/ha dengan kisaran 3,32-4,55 t/ha dan varietas Batang Lembang 4,31 t/ha dengan kisaran 3,70-5,60 t/ha. Rata-rata hasil yang dicapai pada kedua varietas masih tergolong rendah dan bervariasi antar lokasi. Walaupun demikian hasil yang dicapai baru sekitar 2,50 t/ha. Masih rendahnya hasil yang dicapai berkaitan dengan ketersediaan air selama pertumbuhan tanaman di samping pengelolaan
tanaman yang belum intensif, terutama sekali pemberian pupuk. Pemberian pupuk yang dilakukan petani masih di bawah dosis anjuran. Padi varietas IR42 sudah lama diusahakan oleh petani di Surantih Pesisir Selatan, tetapi hasil yang dicapai belum optimal, sedangkan pada lokasi yang mendapat air irigasi yang teratur varietas ini dapat memberikan hasil >5,0 t/ha dan penanaman dapat dilakukan 2 kali dalam setahun.
Sedangkan di lahan sawah tadah hujan Surantih penanaman padi hanya dilakukan sekali dalam setahun. Padi varietas Batang Lembang dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas IR42 di lahan sawah tadah hujan Surantih (>5,0 t/ha). Baik varietas IR42 maupun Batang Lembang dengan pengelolaan yang lebih baik, kemungkinan dapat memberikan hasil yang lebih baik. Di lahan sawah irigasi di Surantih varietas Batang Lembang dapat memberikan hasil di atas 6,0 t/ha.
Penanaman jagung sesudah padi varietas IR42, jagung varietas Bisma dapat memberikan sebesar 6,85 t/ha dan varietas Sukmaraga sebesar 7,31 t/ha. Hal yang sama juga terlihat pada penanaman jagung setelah padi varietas Batang Lembang. Jagung varietas Bisma dan Sukmaraga masing-masing dapat memberikan hasil sebesar 6,82 dan 6,90 t/ha.
Hal ini menunjukkan bahwa jagung varietas Sukmaraga berpotensi dikembangkan pada lahan sawah tadah hujan, karena dapat memberikan hasil dari kedua varietas ini disebabkan faktor genetik dan adaptasi tanaman terhadap lingkungan juga berbeda. Secara umum penanaman jagung sesudah padi pada lahan sawah tadah hujan dapat meningkatkan IP dari 100 menjadi 200.Penanaman jagung sesudah padi di lahan sawah tadah hujan Surantih Kabupaten Pesisir Selatan dapat meningkatkan pendapatan petani. Jagung varietas Bisma dengan hasil rata-rata sebesar 6,84 t/ha memberikan keuntungan Rp.6.537.920,-/ha.
Penempatan jagung dalam sistem pola tanam di lahan sawah tadah hujan dapat memberikan pendapatan tambahan bagi petani, dan pendapatan petani tidak hanya bergantung pada satu komoditas. Tinggi atau rendahnya keuntungan yang diperoleh dari usaha tani jagung sangat bergantung pada pengelolaan tanaman dan harga pasaran jagung; kemungkinan keuntungan yang diperoleh lebih besar bila harga jagung cukup tinggi.